Pembentukan Negara Israel serta Berbagai Konflik Yang Mengiringinya

Pembentukan Negara Israel serta Berbagai Konflik Yang Mengiringinya

refusersolidarity – Pada akhir abad ke- 19 serta awal abad ke- 20, suatu gerakan religius serta politik timbul di antara bangsa Yahudi. Zionisme, nama gerakan itu, dibuat di area Imperium Rusia oleh banyak orang Ibrani yang membutuhkan pembuatan area baru untuk semua bangsa Yahudi setelah demikian lama” teraniaya”. Awal mulanya, seorang wartawan Yahudi Austria bernama Theodor Herzl menciptakan pamflet berjudul” The Jewish State”, yang melaporkan kalau pendirian negara Yahudi merupakan salah satunya jalan buat mencegah banyak orang Yahudi dari anti- semitisme. Dari brosur itu, Herzl melangsungkan kongres Zionis pertama di Swiss pada 1897. Dalam kongres itu mereka memutuskan buat menghasilkan Palestina, yang ialah bagian dari Kekaisaran Ottoman, sebagai posisi yang sangat sempurna buat negara Yahudi. Setelah itu sampai 1903 terjadi pemindahan besar-besaran terhadap bangsa Yahudi di seluruh dunia ke Palestina. Jumlah mereka mencapai 35. 000 orang.

Pembentukan Negara Israel serta Berbagai Konflik Yang Mengiringinya – Gagalnya Revolusi Rusia pada 1905 membuat banyak orang Yahudi di Eropa Timur pula pindah ke Palestina. Jumlah itu lalu meningkat sebab bergabung pula bangsa Yahudi yang lagi dalam pelarian menghindari kejaran Nazi. Memandang situasi begitu, para Zionis sigap mengutip posisi politik sebagai juru aman. Ketika mengawali pendudukan di area baru, bangsa Yahudi menyudahi buat memakai bahasa Hebrew sebagai bahasa tiap hari. Seluruh nampak berjalan sesuai impian, terlebih sejak semakin terburuknya Imperium Ottoman pada akhir Perang Dunia I, Inggris menyatakan dukungan pada bangsa Yahudi melalui Deklarasi Balfour 1917.

Pembentukan Negara Israel serta Berbagai Konflik Yang Mengiringinya

Pembentukan Negara Israel serta Berbagai Konflik Yang Mengiringinya

Pada tahun 1929, terjadi ketegangan antara masyarakat Palestina dengan banyak orang Yahudi. Inggris setelah itu memutuskan buat menghalangi jumlah imigran Yahudi yang mengarah Palestina buat sedikit meredam suasana yang panas. Dalam perjalanannya tersebut kelompok Zionis bukan tanpa perpecahan dalam. Kalangan Yahudi Ortodoks di dalam serta luar Palestina memandang Zionisme sebagai bahaya. Perihal ini mula- mula diakibatkan oleh penolakan kebanyakan Zionis kepada kaum Ortodoks yang yakin kalau tanah air Yahudi terkini akan lahir setelah kehadiran Mesias.

Di luar itu, ada pula kelompok religius Yahudi yang berjumlah relatif lebih kecil, yang malah memandang kalau kembalinya bangsa Yahudi ke area asal mulanya akan membuka kesempatan buat mewujudkan warga yang religius. Philippa Straum menulis postingan berjudul” The Road Not Taken: Constitutional Non- Decision Making in 1948- 1950 and Its Impact on Civil Liberties in the Israeli Political Culture” dalam buku Israel: The First Decade of Independence( 1995: 84) yang mengelaborasi kebutuhan religius yang amat politis ini.

“ Para tokoh ini dengan cara resmi menyusun partai Mizrachi pada 1920. Anti- Zionis Israel setuju kalau orang Yahudi wajib kembali ke Palestina, namun yakin kalau kedudukan mereka di sana merupakan buat berkonsentrasi menempuh kehidupan religius serta bukan menghasilkan tanah air ataupun negara Yahudi,” tulis Straum. Suasana politik setelah itu lalu berganti dampak kerusuhan di dunia Arab pada 1930- an serta berkembang pesatnya Nazi. 2 aspek itu dengan cara tidak langsung mendorong kemajuan Poalei Agudat Israel, suatu kelompok serikat bisnis serta partai politik Yahudi.

Baca Juga : Mengenal Kehidupan David Ben-Gurion dan tujuannya mendirikan Israel

Setelah Perang Dunia II, Zionis memfokuskan perhatian mereka buat membuat negara Yahudi yang merdeka penuh. Hingga dimulailah masa konflik baru yang bernilai lebih luas. Rumor mengenai upaya pembuatan negara baru jelas- jelas mengganggu otoritas Arab di Palestina. Tensi yang meningkat di antara kedua golongan ini setelah itu melahirkan golongan terkini yang diucap Arab Nationalist Movement. Bentrokan ini tidak bebas dari perhatian dari Perserikatan Bangsa- Bangsa( PBB). Lembaga yang kala itu baru berumur 2 tahun mengirimkan Special Committeon Palestine buat menyelidiki mungkin pembuatan negara Yahudi. Buat memadukan suara dalam panitia Ad Hoc itu, David Ben- Guiron, Rabbi Yehuda Maimon, serta Itzhak Greenbaum mengirimkan surat pada Partai Agudat.

Kesimpulannya, PBB berupaya membagikan pemecahan rukun dengan pembelahan Palestina jadi 2 bagian ialah negara Arab serta negara Yahudi pada 1947. Hendak namun, pemecahan ini ditolak begitu saja oleh bangsa Arab. Walaupun begitu, David Ben- Gurion, seseorang Zionis karismatik, menyatakan pendirian negeri Israel pada 14 Mei 1948, pas hari 73 tahun kemudian. Pembawaannya yang jelas, dan modal politiknya sebagai pimpinan tubuh legislatif komunitas Yahudi Minhelet HaAm, sukses memenangkan batin beberapa besar bangsa Ibrani. Hingga itu, beliau ia didaulat jadi Perdana Menteri Israel. Belum lama, beliau pula dikira sebagai ayah bangsa Israel atas jasanya.

Keterangan tersebut dilakukan di Tel Aviv serta menandai lahirnya negara‘ Yahudi’ pertama dalam kurun waktu 2000 tahun. Walaupun begitu, tidak hanya jadi awal dari independensi bangsa Yahudi, keterangan itu pula memiliki bagian hitam. Bentrokan mereka dengan bangsa Arab jadi lebih masif. Pada malam harinya, pasukan hawa Mesir melanda Israel. Tetapi serangan itu memanglah sudah diperkirakan tadinya. Tidak terlena dengan keramaian pembuatan negara baru, mereka langsung mengangkat senjata serta berperang. Pada tahun yang serupa, terjadi pula peperangan besar yang diketahui sebagai Arab- Israeli War of 1948. Peperangan itu dimulai dengan invasi ke Palestina yang dilakukan 5 negara Arab ialah Mesir, Yordania, Irak, Syria, serta Lebanon. Konflik berdarah juga tidak terhindarkan.

Walaupun kalah jumlah serta teknologi persenjataan, banyak orang Yahudi di Palestina sukses mengamankan beberapa area berarti semacam Galilea, area pantai Palestina, serta beberapa wilayah utama lain yang mengaitkan pinggiran dengan bagian barat Yerusalem. Baru sekitar satu tahun setelah itu, perjanjian penghentian senjata sukses diwujudkan. Konsekuensinya, wilayah West Bank dipahami oleh Yordania serta Jalur Gaza diduduki Mesir. Akan namun serangan senjata tidak sukses mengakhiri konflik- konflik yang terus terjadi.

Dari Sudut Pandang sosial politik dari bangsa Yahudi di semua dunia kesimpulannya lekat dengan kesan kalau apapun yang dilakukan oleh negeri baru Israel itu seluruhnya jadi tanggung jawab mereka.“ Argumen anti semitisme yang baru benar- benar menyangka bangsa Ibrani di semua dunia bertanggung jawab atas apa yang dicoba oleh negara Israel. Kesan itu kesekian kali terjadi serta jelas- jelas salah,” kata Richard Kuper dalam artikelnya” The New Antisemitism” yang keluar dalam buku Independent Jewish Voices on Israel, Zionism, and Jewish Identity: A Time to Speak Out( 2008: 98).

Baca Juga : Sri Lanka: Hentikan Penanganan Kriminal Yang Salah Dalam Menangani Pandemi

Pada 1956, Gamal Abdel Nasser, presiden Mesir, menduduki serta menasionalisasi Terusan Suez yang ialah rute laut berarti terhubung dari Laut Merah serta Laut Mediterania. Masalah tidak terhindarkan ketika Israel melanda Sinai serta meregang kembali Suez dengan dukungan tentara dari Inggris Raya serta Prancis. Perang senjata juga terjadi berulang kali pada masa- masa setelahnya. Dalam konflik tahun 1967, perang yang diketahui dengan sebutan Perang 6 Hari, menghasilkan suatu perluasan wilayah Israel ketika mereka sukses menginvasi Yordania, Mesir, serta Syria dan Sinai serta Rute Gaza.

Share